Manusia sebagai makhluk berbudaya
berarti manusia adalah makhluk yang memiliki kelebihan dari makhluk lain, yaitu
manusia memiliki akal yang dapat dipergunakan untuk menghasilkan ide dan
gagasan yang selalu berkembang seiring dengan berjalannya waktu. Sebagai
catatan bahwa dengan pikirannya, manusia mendapatkan ilmu pengetahuan. Dengan
kehendaknya, manusia mengarahkan perilakunya dan dengan perasaannya manusia
dapat mencapai kebahagiaan. Tujuan dari pemahaman bahwa manusia sebagai makhluk
budaya, agar dapat dijadikan dasar pengetahuan dalam mempertimbangkan dan
mensikapi berbagai problematik budaya yang berkembang dimasyarakat sehingga
manusia tidak semata-mata merupakan makhluk biologis saja, namun juga sebagai
makhluk sosial, ekonomi, politik, dan makhluk budaya.
Bukti bahwa manusia makhluk
berbudaya adalah kita dapat mengembangkan potensi perilaku yang baik untuk
bergaul dengan masyarakat dan lingkungan sosial sebagai insan yang berbudaya
dengan cara mengenal, memahami, dan menghargai budayanya sendiri. Mengembangkan
sikap sopan, ramah, dan rendah hati dalam berinteraksi secara efektif dengan
para seniman dan budayawan, lingkungan sosial. Kita harus dapat menempatkan diri
sebagai cerminan bangsa yang berbudaya dalam pergaulan dunia.
Contoh-contoh yang menentukan
manusia sebagai makhluk berbudaya, misalnya kebiasaan masyarakat untuk
mengadakan sholawatan dalam rangka menyambut maulid nabi besar Muhammad SAW,
budaya bau nyale di wilayah Nusa Tenggara Barat, saweran pada acara pernikahan,
dan berbagai macam budaya lain di Nusantara ini yang sampai sekarang masih
tetap dilaksanakan karena kepercayaan mereka kepada nenek moyang mereka
sekaligus sebagai bukti bahwa manusia adalah makhluk berbudaya.
Hal ini saya akan menambahkan materi
manusia sebagai makhluk budaya yang saya baca dari sumber lain yaitu :
Kehidupan manusia sangatlah komplek,
begitu pula hubungan yang terjadi pada manusia sangatlah luas. Hubungan
tersebut dapat terjadi antara manusia dengan manusia, manusia dengan alam,
manusia dengan makhluk hidup yang ada di alam, dan manusia dengan Sang
Pencipta. Setiap hubungan tersebut harus berjalan seimbang. Selain itu manusia
juga diciptakan dengan sesempurna penciptaan, dengan sebaik-baik bentuk yang
dimiliki. Hal ini diisyaratkan dalam surat At-Tiin: 4
“Sesungguhnya
kami Telah menciptakan manusia dalam bentuk
yang
sebaik-baiknya”.
Dalam ayat ini Allah menegaskan
bahwa Dia telah menjadikan manusia makhluk ciptaan-Nya yang paling baik;
badannya lurus ke atas, cantik parasnya, mengambil dengan tangan apa yang
dikehendakinya; bukan seperti kebanyakan binatang yang mengambil benda yang
dikehendakinya dengan perantaraan mulut. Kepada manusia diberikan-Nya akal dan
dipersiapkan untuk menerima bermacam-macam ilmu pengetahuan dan kepandaian;
sehingga dapat berkreasi (berdaya cipta) dan sanggup menguasai alam dan
binatang.
Manusia juga harus bersosialisasi
dengan lingkungan, yang merupakan pendidikan awal dalam suatu interaksi sosial.
Hal ini menjadikan manusia harus mempunyai ilmu pengetahuan yang berlandaskan
ketuhanan. Karena dengan ilmu tersebut manusia dapat membedakan antara yang hak
dengan yang bukan hak, antara kewajiban dan yang bukan kewajiban. Sehingga
norma-norma dalam lingkungan berjalan dengan harmonis dan seimbang. Agar
norma-norma tersebut berjalan haruslah manusia di didik dengan berkesinambungan
dari “dalam ayunan hingga ia wafat”, agar hasil dari pendidikan –yakni
kebudayaan– dapat diimplementasikan dimasyaakat.
Pendidikan sebagai hasil kebudayaan
haruslah dipandang sebagai “motivator” terwujudnya kebudayaan yang tinggi.
Selain itu pendidikan haruslah memberikan kontribusi terhadap kebudayaan, agar
kebudayaan yang dihasilkan memberi nilai manfaat bagi manusia itu sendiri
khususnya maupun bagi bangsa pada umumnya.
Dengan demikian dapat kita katakan
bahwa kualitas manusia pada suatu negara akan menentukan kualitas kebudayaan
dari suatu negara tersebut, begitu pula pendidikan yang tinggi akan
menghasilkan kebudayaan yang tinggi. Karena kebudayaan adalah hasil dari
pendidikan suatu bangsa.
PEMBAHASAN
HAKEKAT MANUSIA DAN BUDAYA
A. Pengertian Manusia
Secara bahasa manusia berasal dari
kata “manu” (Sansekerta), “mens” (Latin), yang berarti berpikir, berakal atau makhluk
yang berakal budi (mampu menguasai makhluk lain).Secara istilah manusia dapat
diartikan sebuah konsep atau sebuah fakta, sebuah gagasan atau realitas, sebuah
kelompok (genus) atau seorang
Dalam hubungannya dengan lingkungan,
manusia merupakan suatu oganisme hidup (living organism). Terbentuknya pribadi
seseorang dipengaruhi oleh lingkungan bahkan secara ekstrim dapat dikatakan,
setiap orang berasal dari satu lingkungan, baik lingkungan vertikal (genetika,
tradisi), horizontal (geografik, fisik, sosial), maupun kesejarahan. Tatkala
seoang bayi lahir, ia merasakan perbedaan suhu dan kehilangan energi, dan oleh
kaena itu ia menangis, menuntut agar perbedaan itu berkurang dan kehilangan itu
tergantikan. Dari sana timbul anggapan dasar bahwa setiap manusia dianugerahi
kepekaan (sense) untuk membedakan (sense of discrimination) dan keinginan untuk
hidup. Untuk dapat hidup, ia membutuhkan sesuatu. Alat untuk memenuhi kebutuhan
itu bersumber dari lingkungan.
Oleh karena itu lingkungan mempunyai
pengaruh besar terhadap manusia itu sendiri, hal ini dapat dilihat pada gambar
siklus hubungan manusia dengan lingkungan sebagai berikut:
Siklus Hubungan Manusia
Gambar di atas menggambarkan bahwa
lingkungan dan manusia atau manusia dan lingkungan merupakan hal yang tak
terpisahkan sebagai ekosistem, yang dapat dibedakan mejadi:
– Lingkungan alam yang befungsi
sebagai sumber daya alam
– Lingkungan manusia yang berfungsi
sebagai sumber daya manusia
– Lingkungan buatan yang berfungsi
sebagai sumber daya buatan
B. Pengertian Budaya
Kata budaya merupakan bentuk majemuk
kata budi-daya yang berarti cipta, karsa, dan rasa. Sebenarnya kata budaya
hanya dipakai sebagai singkatan kata kebudayaan, yang berasal dari Bahasa
Sangsekerta budhayah yaitu bentuk jamak dari budhi yang berarti budi atau akal.
Budaya atau kebudayaan dalam Bahasa Belanda di istilahkan dengan kata culturur.
Dalam bahasa Inggris culture. Sedangkan dalam bahasa Latin dari kata colera.
Colera berarti mengolah, mengerjakan, menyuburkan, dan mengembangkan tanah
(bertani). Kemudian pengertian ini berkembang dalam arti culture, yaitu sebagai
segala daya dan aktivitas manusia untuk mengolah dan mengubah alam.
Definisi budaya dalam pandangan ahli
antropologi sangat berbeda dengan pandangan ahli berbagai ilmu sosial lain.
Ahli-ahli antropologi merumuskan definisi budaya sebagai berikut:
E.B. Taylor: 1871 berpendapat bahwa
budaya adalah: Suatu keseluruhan kompleks yang meliputi pengetahuan,
kepercayaan, seni, kesusilaan, hukum, adat istiadat, serta kesanggupan dan
kebiasaan lainnya yang dipelajari manusia sebagai anggota masyarakat.
Sedangkan Linton: 1940, mengartikan
budaya dengan: Keseluruhan dari pengetahuan, sikap dan pola perilaku yang
merupakan kebiasaan yang dimiliki dan diwariskan oleh anggota suatu masyarakat
tertentu.
Adapun Kluckhohn dan Kelly: 1945
berpendapat bahwa budaya adalah: Semua rancangan hidup yang tercipta secara
historis, baik yang eksplisit maupun implisit, rasional, irasional, yang ada
pada suatu waktu, sebagai pedoman yang potensial untuk perilaku manusia
Lain halnya dengan Koentjaraningrat:
1979 yang mengatikan budaya dengan: Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan
hasil karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar.
Berdasarkan definisi para ahli
tersebut dapat dinyatakan bahwa unsur belajar merupakan hal terpenting dalam
tindakan manusia yang berkebudayaan. Hanya sedikit tindakan manusia dalam
rangka kehidupan bermasyarakat yang tak perlu dibiasakan dengan belajar.
Dari kerangka tersebut diatas tampak
jelas benang merah yang menghubungkan antara pendidikan dan kebudayaan. Dimana
budaya lahir melalui proses belajar yang merupakan kegiatan inti dalam dunia
pendidikan.
Selain itu terdapat tiga wujud
kebudayaan yaitu :
1. wujud pikiran, gagasan, ide-ide,
norma-norma, peraturan,dan sebagainya. Wujud pertama dari kebudayaan ini
bersifat abstrak, berada dalam pikiran masing-masing anggota masyarakat di
tempat kebudayaan itu hidup;
2. aktifitas kelakuan berpola
manusia dalam masyarakat. Sistem sosial terdiri atas aktifitas-aktifitas
manusia yang saling berinteraksi, berhubungan serta bergaul satu dengan yang
lain setiap saat dan selalu mengikuti pola-pola tertentu berdasarkan adat
kelakuan. Sistem sosial ini bersifat nyata atau konkret;
3. Wujud fisik, merupakan seluruh
total hasil fisik dari aktifitas perbuatan dan karya manusia dalam masyarakat.
BUDAYA SEBAGAI SISTEM GAGASAN
Budaya sebagai sistem gagasan yang
sifatnya abstrak, tak dapat diraba atau di foto, karena berada di dalam alam
pikiran atau perkataan seseorang. Terkecuali bila gagasan itu dituliskan dalam
karangan buku.
Budaya sebagai sistem gagasan
menjadi pedoman bagi manusia dalam bersikap dan berperilaku. Seperti apa yang
dikatakan Kluckhohn dan Kelly bahwa “Budaya berupa rancangan hidup” maka budaya
terdahulu itu merupakan gagasan prima yang kita warisi melalui proses belajar
dan menjadi sikap prilaku manusia berikutnya yang kita sebut sebagai nilai
budaya.
Jadi, nilai budaya adalah “gagasan”
yang menjadi sumber sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan sosial
budaya. Nilai budaya dapat kita lihat, kita rasakan dalam sistem kemasyarakatan
atau sistem kekerabatan yang diwujudkan dalam bentuk adat istiadat. Hal ini
akan lebih nyata kita lihat dalam hubungan antara manusia sebagai individu
lainnya maupun dengan kelompok dan lingkungannya.
PERWUJUDAN KEBUDAYAAN
JJ. Hogman dalam bukunya “The World
of Man” membagi budaya dalam tiga wujud yaitu: ideas, activities, dan
artifacts. Sedangkan Koencaraningrat, dalam buku “Pengantar Antropologi”
menggolongkan wujud budaya menjadi:
a. Sebagai suatu kompleks dari
ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan dan sebagainya.
b. Sebagai suatu kompleks aktifitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat
c. Sebagai benda-benda hasil karya
manusia
Berdasarkan penggolongan wujud
budaya di atas kita dapat mengelompokkan budaya menjadi dua, yaitu: Budaya yang
bersifat abstrak dan budaya yang bersifat konkret.
Budaya yang Bersifat Abstrak
Budaya yang bersifat abstrak ini
letaknya ada di dalam alam pikiran manusia, misalnya terwujud dalam ide,
gagasan, nilai-nilai, norma-norma, peraturan-peraturan, dan cita-cita. Jadi
budaya yang bersifat abstrak adalah wujud ideal dari kebudayaan. Ideal artinya
sesuatu yang menjadi cita-cita atau harapan bagi manusia sesuai dengan ukuran
yang telah menjadi kesepakatan.
Budaya yang Bersifat konkret
Wujud budaya yang bersifat konkret
berpola dari tindakan atau peraturan dan aktivitas manusia di dalam masyarakat
yang dapat diraba, dilihat, diamati, disimpan atau diphoto. Koencaraningrat
menyebutkan sifat budaya dengan sistem sosial dan fisik, yang terdiri atas:
perilaku, bahasa dan materi.
a. Perilaku
Perilaku adalah cara bertindak atau
bertingkah laku dalam situasi tertentu. Setiap perilaku manusia dalam
masyarakat harus mengikuti pola-pola perilaku (pattern of behavior)
masyarakatnya.
b. Bahasa
Bahasa adalah sebuah sistem
simbol-simbol yang dibunyikan dengan suara (vokal) dan ditangkap dengan telinga
(auditory). Ralp Linton mengatakan salah satu sebab paling penting dalam
memperlambangkan budaya sampai mencapai ke tingkat seperti sekarang ini adalah
pemakaian bahasa. Bahasa berfungsi sebagai alat berpikir dan berkomunikasi.
Tanpa kemampuan berpikir dan berkomunikasi budaya tidak akan ada.
c. Materi
Budaya materi adalah hasil dari
aktivitas atau perbuatan manusia. Bentuk materi misalnya pakaian, perumahan,
kesenian, alat-alat rumah tangga, senjata, alat produksi, dan alat
transportasi.
Unsur-unsur materi dalam budaya
dapat diklasifikasikan dari yang kecil hingga ke yang besar adalah sebagai
berikut:
1. Items, adalah unsur yang paling
kecil dalam budaya.
2. Trait, merupakan gabungan dari
beberapa unsur terkecil
3. Kompleks budaya, gabungan dari
beberapa items dan trait
4. Aktivitas budaya, merupakan
gabungan dari beberapa kompleks budaya.
Gabungan dari beberapa aktivitas
budaya menghasilkan unsur-unsur budaya menyeluruh (culture universal).
Terjadinya unsur-unsur budaya tersebut dapat melalui discovery (penemuan atau
usaha yang disengaja untuk menemukan hal-hal baru).
ISI (SUBSTANSI) UTAMA BUDAYA
Substansi utama budaya adalah sistem
pengetahuan, pandangan hidup, kepercayaan, persepsi, dan etos kebudayaan. Tiga
unsur yang terpenting adalah sistem pengetahuan, nilai, dan pandangan hidup.
1. Sistem Pengetahuan
Para ahli menyadari bahwa
masing-masing suku bangsa di dunia memiliki sistem pengetahuan tentang:
1.
Alam sekitar
2.
Alam flora dan fauna
3.
Zat-zat manusia
4.
Sifat-sifat dan tingkah laku sesama
manusia
5.
Ruang dan waktu.
Unsur-usur dalam pengetahuan inilah
yang sebenarnya menjadi materi pokok dalam dunia pendidikan di seluruh dunia.
2. Nilai
Menilai berarti menimbang, yaitu
kegiatan manusia untuk menghubungkan sesuatu dengan sesuatu yang lain untuk
dijadikan pertimbangan dalam mengambil keputusan. Keputusan nilai dapat
menentukan sesuatu berguna atau tidak berguna, benar atau salah, baik atau
buruk, religius atau sekuler, sehubungan dengan cipta, rasa dan karsa manusia.
Sesuatu dikatakan mempunyai nilai
apabila berguna dan berharga (nilai kebenaran), indah (nilai estetis), baik
(nilai moral atau etis), religius (nilai agama). Prof. Dr. Notonagoro membagi
nilai menjadi tiga bagian yaitu:
– Nilai material, yaitu segala
sesuatu (materi) yang berguna bagi manusia.
– Nilai vital, yaitu segala sesuatu
yang berguna bagi manusia untuk dapat mengadakan kegiatan dan aktivitas
– Nilai kerohanian, yaitu segala
sesuatu yang bisa berguna bagi rohani manusia.
3. Pandangan Hidup
Pandangan hidup adalah suatu
nilai-nilai yang dianut oleh suatu masyarakat dan dipilih secara selektif oleh
individu, kelompok atau suatu bangsa. Pandangan hidup suatu bangsa adalah
kristalisasi nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa itu sendiri, yang diyakini
kebenarannya, dan menimbulkan tekad pada bangsa itu untuk mewujudkannya.
MANUSIA
SEBAGAI MAKHLUK BUDAYA
Dari penjelasan di atas jelaslah
bahwa manusia sebagai makhluk yang paling sempurna bila dibanding dengan
makhluk lainnya, mempunyai kewajiban dan tanggung jawab untuk mengelola bumi.
Karena manusia diciptakan untuk menjadi khalifah, sebagaimana dijelaskan pada
surat Al-Baqarah: 30
Artinya: Ingatlah ketika Tuhanmu
berfirman kepada para malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang
khalifah di muka bumi.”
Oleh karena itu manusia harus
menguasai segala sesuatu yang berhubungan dengan kekhalifahannya disamping
tanggung jawab dan etika moral harus dimiliki. Masalah moral adalah yang
terpenting, karena sebagaimana Syauqi Bey katakan:
إنّما
الأمم الأخلاق مابقيت فإنهمو ذهبت أخلاقهم ذهبوا
Artinya:
“Kekalnya suatu bangsa ialah selama akhlaknya kekal, jika akhlaknya sudah
lenyap, musnah pulalah bangsa itu”.
Akhlak dalam syair di atas menjadi
penyebab punahnya suatu bangsa, dikarenakan jika akhlak suatu bangsa sudah
terabaikan, maka peradaban dan budaya bangsa tersebut akan hancur dengan
sendirinya. Oleh karena itu untuk menjadi manusia yang berbudaya, harus
memiliki ilmu pengetahuan, tekhnologi, budaya dan industrialisasi serta akhlak
yang tinggi (tata nilai budaya) sebagai suatu kesinambungan yang saling
bersinergi, sebagaimana dilukiskan dalam bagan berikut:
Hommes mengemukakan bahwa, informasi
IPTEK yang bersumber dari sesuatu masyarakat lain tak dapat lepas dari landasan
budaya masyarakat yang membentuk informasi tersebut. Karenanya di tiap
informasi IPTEK selalu terkandung isyarat-isyarat budaya masyarakat asalnya.
Selanjutnya dikemukakan juga bahwa, karena perbedaan-perbedaan tata nilai
budaya dari masyarakat pengguna dan masyarakat asal teknologinya,
isyarat-isyarat tersebut dapat diartikan lain oleh masyarakat penerimanya.
Disinilah peran manusia sebagai
makhluk yang diberi kelebihan dalam segala hal, untuk dapat memanfaatkan segala
fasilitas yang disediakan oleh Allah SWT melalui alam ini. Sehingga dengan alam
tersebut manusia dapat membentuk suatu kebudayaan yang bermartabat dan bernilai
tinggi. Namun perlu digarisbawahi bahwa setiap kebudayaan akan bernilai tatkala
manusia sebagai masyarakat mampu melaksanakan norma-norma yang ada sesuai
dengan tata aturan agama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar